Senin, 12 Agustus 2013

Snow White: A Tale of Terror (1997)




Sebagian besar orang pasti tumbuh dengan ditemani cerita dongeng sebelum mereka tidur, dan tentu sudah banyak yang mengenal dongeng-dongeng semacam Cinderella, Putri Tidur, Pangeran Katak dan tentunya, Putri Salju. Dalam versi pada umumnya, diceritakan bahwa Putri Salju adalah gadis malang yang sudah tak beribu dan ketika ayahnya menikah lagi, ibu tirinya adalah seorang perempuan jahat yang tiap hari selalu bertanya pada cermin ajaibnya di kamar mengenai siapa wanita tercantik di dunia (dalam beberapa versi menjadi ‘wanita tercantik di seluruh negeri’) dan dia senang ketika cermin itu selalu menjawab bahwa dialah wanita paling cantik di dunia. Suatu ketika, si cermin menjawab dengan kata-kata yang ditakutinya, bahwa anak tirinya memiliki kecantikan yang melebihi kecantikannya sendiri. Maka, sang Ratu pun berusaha membunuh Putri Salju dengan mengupah seorang pemburu untuk membunuh si Putri di tengah hutan. Namun karena pemburu itu tak tega, maka ia pun menyuruh sang putri lari dan ia membunuh seekor rusa yang hatinya ia persembahkan kepada Ratu sebagai ganti hati sang putri yang diminta oleh Ratu. Kita semua tahu bagaimana akhirnya bahwa sang Ratu yang tahu saingannya masih hidup, berusaha membunuhnya sekali lagi dengan menyamar sebagai nenek tua yang memberikan sebutir apel merah yang ternyata adalah apel beracun (dalam dongeng asli, ia mencoba membunuh Putri Salju sebanyak 3x dengan 3 barang yang berbeda: sisir emas, ikat pinggang kain dan apel); dan bahwa sang putri disangka sudah mati sehingga ia dimasukkan dalam peti kaca yang indah dan ciuman dari seorang pangeran tampan akhirnya menyadarkannya kembali (dalam versi asli, bukan ciuman sang pangeran yang membuatnya bangun melainkan karena salah seorang kurcaci pengangkut peti matinya tersandung sewaktu hendak membawa peti kaca itu ke pemakaman sehingga potongan apel beracun yang menyumbat tenggorokannya terlontar keluar dan ia bisa hidup lagi); lalu sang Ratu jahat mati tersambar petir dan jatuh ke jurang (versi asli menyatakan bahwa Ratu dihukum memakai sepatu besi yang panas membara sehingga ia terus menerus menari karena kesakitan sampai mati). Dan ‘happily ever after’ alias bahagia selamanya. Selesai. Itulah gambaran umum tentang cerita Putri Salju yang kita kenal.
Tapi kisah semanis itu tak akan anda temui dalam film berikut yang diangkat berdasarkan dongeng yang sama karangan Grimm bersaudara ini.

Snow White: A Tale of Terror adalah film horor produksi 1997 yang memang masih didasarkan pada cerita dongeng yang sama dengan bintang Sigourney Weaver, Sam Neill dan bintang remaja yang kemudian melejit lewat serial Dawson’s Creek, Monica Keena. Musik dalam film ini digarap oleh komposer John Ottman. Dan yang terutama, meski kisah ini didasarkan pada dongeng populer anak-anak, namun film ini tidak ditujukan untuk anak-anak karena di dalamnya ada banyak adegan dan dialog berbau kekerasan, seks, darah, humor yang sadistik dan sarkatik, serta jalan cerita yang terlalu berat dan gelap untuk diikuti anak-anak.

Seperti yang dikatakan di atas, alasan film ini mencantumkan tagline "The fairy tale is over" karena ini bukanlah dongeng/film yang mengisahkan cerita manis yang mengharubiru ataupun cocok untuk konsumsi anak-anak/segala umur. Meski menerima berbagai review, baik negatif maupun positif, namun film ini memperoleh pujian karena tetap mempertahankan ‘formula’ khas dan tema gothic yang pekat serta gelap, yang pernah ada dalam dongeng-dongeng anak-anak zaman dahulu.    

Plot
Sepasang suami-istri, Lilliana(Joanna Roth) dan Friederick Hoffman (Sam Neill), diserang oleh segerombolan serigala saat melintasi hutan dan kereta mereka mengalami kecelakaan fatal akibat serangan tersebut. Lilliana yang tengah mengandung anak pertama mereka, meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Namun, sebelum ia mati, ia memaksa suaminya, Friederick, untuk mengoperasinya dengan operasi Caesar guna menyelamatkan bayi perempuan mereka, Liliana, yang masih berada dalam kandungannya. Tujuh tahun kemudian, Liliana Hoffman (kadang ia juga dipanggil Lilli—tokoh Putri Salju dalam film ini, meski ia tak pernah dipanggil ataupun disebut secara langsung sebagai Putri Salju di sepanjang film)—sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang manis dan lincah. Suatu ketika, Lilli(Taryn Davis) diberitahu bahwa ayahnya akan menikah lagi dan ia sudah membawa pulang calon ibu tiri Lilli yaitu Lady Claudia (Sigourney Weaver). Dengan enggan, Lilli menyambut kedatangan calon ibu barunya bersama dengan seluruh penghuni rumah. Sebagai hadiah perkenalan, Claudia memberikan seekor anak anjing Rottweiler yang lucu pada calon anak tirinya; meski senang dengan pemberian Claudia, namun Lilli tak mau mengucapkan terima kasih kepadanya. Bahkan di malam upacara kamar pengantin ayahnya, dengan sengaja Lilli menumpahkan anggur pemberkatan pernikahan dari gelas upacaranya ke wajah Claudia.

Semula tak ada yang salah dengan Claudia. Ia berusaha untuk menjadi ibu yang baik bagi anak tirinya dan menjadi istri yang pantas untuk Friederick. Namun Lilli tak pernah mau menerima ataupun membuka hati terhadap ibu tirinya. Ia menjadi makin segan dan menjaga jarak terhadap Claudia ketika salah seorang pengasuhnya ditemukan tewas secara misterius ketika secara tak sengaja ia membuka lemari rias antik berisi cermin tua peninggalan ibu Claudia. Ketika Lilli beranjak remaja, diadakanlah sebuah pesta meriah di rumahnya yang dihadiri oleh orang-orang terkemuka dari kalangan bangsawan. Menjelang pesta, Claudia memberikan gaun warisan ibunya kepada putri tirinya dan memintanya untuk mengenakannya sebagaimana ia dulu pernah memakainya ketika remaja. Namun Lilli menolak dan malah memilih memakai gaun peninggalan ibunya sendiri dan berdandan layaknya perempuan dewasa. Melihatnya tampil cantik dan dewasa, ayah Lilli sangat senang karena Lilli sangat mirip dengan ibunya dan membuatnya teringat kembali dengan mendiang istri pertamanya, lalu mereka mulai berdansa. Namun tidak demikian halnya dengan Claudia. Ia melihat penampilan dan kecantikan Lilli sebagai suatu ancaman baru bagi dirinya karena semua orang, terlebih suaminya, dirasanya tak lagi memperhatikannya lagi dan lebih memperhatikan Lilli. Ia yang selama ini jadi pusat perhatian, kini diabaikan dan tak dipuja lagi. Lagipula saat melihat kedekatan Lilli dan ayahnya, Claudia menjadi sadar bahwa selamanya tak ada tempat untuknya di antara mereka berdua dan Lilli selamanya tidak akan mau membagi cinta dan kasih sayang ayahnya dengannya. Dalam gejolak amarah dan kecemburuannya itulah, Claudia melahirkan anaknya secara prematur dan sayangnya, bayi lelakinya ini lahir dalam keadaan meninggal dunia. Dokter yang kemudian merawat Claudia, memberitahu Friederick bahwa Claudia tak akan pernah bisa punya anak lagi. Berita ini merupakan suatu pukulan berat bagi Claudia yang ingin menyenangkan hati suaminya dengan melahirkan anak lelaki untuknya. Akibat dari penderitaan batin yang bertubi-tubi menimpanya, Claudia kehilangan kecantikannya dan wajahnya nampak tua dan kuyu. Dalam keadaan putus asa, ia memandang ke dalam cermin rias warisan ibunya. Tiba-tiba saja cermin itu memperlihatkan sosok dirinya yang dulu, yang cantik, muda serta penuh gairah. Sosok kembaran dirinya itu kemudian berbicara kepadanya, mengatakan bahwa semua musibah itu adalah karena gara-gara anak tirinya, Liliana, dan menghasut Claudia untuk membalas dendam pada Lilli. Batin Claudia yang limbung pun akhirnya terpengaruh dan ia termakan hasutan cermin itu. Maka mulailah ia menyusun rencana balas dendam pada Lilli.

Claudia menyuruh adiknya yang bisu bernama Gustav(Misroslav Taborsky) untuk membunuh Lilli di suatu hutan dan membawa jantungnya untuk Claudia. Namun Lilli berhasil meloloskan diri dari Gustav. Untuk menipu kakaknya, Gustav menyembelih seekor babi dan memberikan jantung binatang itu kepada Claudia, yang mengira bahwa itu memang betul-betul jantung anak tirinya. Claudia menyuruh Gustav untuk menaruh sebagian dari jantung itu ke dalam masakan sebab ia ingin memakannya sedangkan sisanya ia simpan untuk mandi karena ia yakin bila ia mandi darah Lilli maka dia akan kembali menjadi muda dan cantik. Namun cermin ajaib Claudia mengatakan bahwa Gustav telah berbohong padanya dan bahwa Lilli masih hidup. Saat Claudia mengetahui hal ini, dengan murka ia menggunakan ilmu sihirnya untuk meneror adiknya dan akhirnya memaksa Gustav yang ketakutan untuk bunuh diri.

Sementara itu, di dalam hutan Lilli bertemu dengan tujuh orang penambang ketika ia secara tak sengaja tidur dalam reruntuhan gereja tua tempat mereka tinggal. Orang-orang ini adalah orang-orang yang divonis bersalah baik oleh hukum maupun oleh pihak gereja dan mereka telah dikucilkan dari masyarakat. Akhirnya, meski enggan, mereka membiarkan Lilli menginap di situ walau mereka tahu bahwa ia adalah anak dari salah satu dari sejumlah tuan tanah dan bangsawan yang mereka benci. Ketika salah seorang dari antara mereka mencoba memperkosa Lilli, pimpinan mereka, Will (Gil Bellows), bahkan menolong Lilli.

Saat Claudia tahu bahwa Lilli masih hidup, dia menggunakan kekuatan sihirnya untuk mencoba membunuh Lilli berkali-kali, namun tak berhasil dan malah mencelakai serta membunuh beberapa orang penambang. Dan atas bujukan cermin ajaibnya, Claudia membuat suaminya yang sedang sakit (Friederick terjatuh dan mengalami patah tulang saat mencari putrinya yang hilang di hutan) menjadi lumpuh, mengubah semua pelayan di rumah itu menjadi seperti mayat hidup yang hanya mematuhi perintahnya serta menggoda tunangan Lilli yang tampan, Dr. Peter Gutenberg. Dan untuk bisa membangkitkan kembali anaknya yang sudah mati, Claudia mengambil darah dan sperma suaminya yang sudah tak berdaya lalu menyatukannya dengan sihir kegelapan yang dikuasainya. Anak Claudia hidup kembali meskipun wujudnya belum sepenuhnya sempurna.

Di lain tempat, Lilli dan Will merasa sangat sedih dengan kematian kawan-kawan mereka dan Lilli menjadi makin simpati pada Will saat dia tahu nasib menyedihkan yang dialami Will. Keluarga Will mati dalam suatu kebakaran dan luka di wajah Will adalah akibat ia berkelahi dengan salah seorang pejuang perang salib meski perkelahian itu timbul bukan karena kesalahan Will. Saat itu pula Lilli dan Will akhirnya sama-sama menyadari bahwa mereka mulai saling jatuh cinta…

Merasa usahanya selama ini selalu gagal, dengan ilmu sihirnya Claudia merubah dirinya menjadi seorang nenek tua yang buruk rupa, dan menyihir jantung adiknya yang sudah mati menjadi sebutir apel beracun. Dengan memanfaatkan situasi saat Lilli sendirian, ia menemui gadis itu. Setelah berbincang dan bergurau sejenak dengan Lilli, Claudia menyerahkan apel beracun itu pada Lilli dan menyuruh gadis itu memakannya. Saat Lilli memakan apel itu, ia tersedak lalu ‘pingsan’. Saat ditemukan oleh Will, ia menyangka Lilli benar-benar sudah mati karena tubuh gadis itu sudah kaku dan ia tak bernafas lagi. Dr. Gutenberg (David Conrad), tunangan Lilli yang masih terus mencari keberadaan kekasihnya, tiba di tempat itu dan setelah memeriksa keadaan Lilli, ia menyatakan Lilli sudah meninggal. Saat upacara penguburan, melalui tutup peti kaca jenazah Lilli, Will yang jeli bisa melihat bahwa mata Lilli terbuka dan ia belum mati. Dengan segera, Will melompat ke dalam liang kubur dan menarik tubuh Lilli dari dalam peti matinya, lalu mengguncang-guncang tubuh gadis itu dengan keras sehingga Lilli terbatuk lalu melontarkan potongan apel yang menyumbat tenggorokannya dan ia bisa kembali bernafas.

Kemudian Lilli, Gutenberg dan Will kembali ke mansion keluarga Hoffman untuk membuat perhitungan dengan Claudia serta membebaskan ayah Lilli dari cengkeraman Claudia. Namun sesampainya di sana, mereka menjumpai bahwa rumah yang dulu terang dan penuh dengan gelak tawa para pelayan sekarang menjadi sunyi, gelap dan angker, apalagi saat Lilli mendapati seluruh penghuni rumah, termasuk anjing piaraan Lilli, berada di bawah kendali Claudia yang sekarang menjadi makin gila dan tak terkendali. Dalam suatu kesempatan, Claudia bahkan berhasil membunuh Dr. Gutenberg dengan melempar pria itu keluar dari jendela menara. Setelah melewati berbagai rintangan, Lilli berhasil menemukan Friederick yang tak berdaya dan berada di bawah kendali sihir istrinya, sehingga ia tak mengenali putrinya lagi. Lilli kemudian meminta Will untuk segera membawa ayahnya keluar dari mansion itu, sedangkan ia sendiri akan mencari Claudia dan berhadapan langsung dengan ibu tirinya itu. Berhasilkah Lilli mengalahkan ibu tirinya dan membebaskan ayahnya dari pengaruh sihir Claudia? Lalu bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Will?

Review

Film Snow White: A Tale of Terror ini merupakan karya sutradara Michael Cohn dan debut pertama aktris Monica Keena dalam dunia perfilman. Sebetulnya, peran Liliana tadinya hendak diserahkan pada Alicia Silverstone yang saat itu sedang ngetop sebagai bintang remaja namun karena suatu alasan, ia tidak bisa menerima peran tersebut sehingga akhirnya peran itu jatuh ke tangan Monica Keena melalui suatu audisi ketat. Demi memerankan Liliana, Monica mengecat rambutnya yang kecoklatan dengan warna hitam supaya sesuai dengan deskripsi sosok Putri Salju yang ada dalam dongeng.

Walaupun menuai banyak kritik yang mengatakan bahwa film ini kurang bagus, menurut saya film ini cukup berhasil mengangkat tema ‘gelap’ yang memang ada dalam dongeng aslinya. Selama ini, banyak orang mengira bahwa cerita Snow White adalah cerita manis yang cocok untuk anak-anak dan berakhir dengan ‘happily ever after’ (apalagi ketika Disney membuat cerita dongeng ini ke dalam bentuk animasi dengan judul yang sama). Padahal sebenarnya tidak. Banyak sekali dongeng yang sebetulnya berisikan tema ‘gelap’ yang menyeramkan untuk anak-anak, contoh: Hansel & Gretel, yang bertemakan kanibalisme meski berakhir bahagia, Si Tudung Merah, yang aslinya mati dimangsa serigala (namun dirubah endingnya karena dirasa terlalu seram untuk anak-anak), Putri Duyung yang sebetulnya selalu menyembunyikan sebilah pisau di balik rambutnya yang indah untuk membunuhi orang-orang yang mengetahui rahasia keberadaan bangsa duyung dan istana ayahnya dan akhirnya ia bunuh diri dengan pisau itu ketika pangeran tak membalas cintanya dan menikahi gadis lain, dan masih banyak lagi.

Saya masih ingat ketika nenek saya dulu menceritakan versi asli dongeng Putri Salju ini menjelang tidur sewaktu saya masih kecil. Dia menceritakan kisah ini apa adanya dan tidak ditutup-tutupi dan hal ini sempat membuat saya menjadi ragu, benarkah cerita-cerita mengerikan itu adalah dongeng untuk anak-anak? Mengapa seram sekali (terutama cerita dongeng tentang Cinderella, di mana kedua saudara tirinya yang cantik tapi pendengki itu berusaha memasukkan kaki mereka ke dalam sepatu emas yang dibawa pangeran untuk mencari putri misterius yang membuatnya jatuh cinta. Kedua gadis itu melakukan hal yang ekstrim dan juga sadis hanya supaya mereka bisa terpilih oleh pangeran (dan dari sini lahirlah kata-kata ‘No pain, no beauty’). Si sulung memotong jempol kakinya supaya muat namun gagal karena burung-burung ajaib sahabat Cinderella memperingatkan pangeran. Si bungsu menggilas kakinya, atau dalam beberapa versi malah memotong tumitnya, agar kakinya cukup muat dalam sepatu mungil itu meski pada akhirnya ia juga gagal karena burung-burung ajaib memperingatkan pangeran)? Pertanyaan itu akhirnya terjawab setelah saya membaca bahwa dongeng-dongeng itu tidak semata ditujukan untuk menghibur anak-anak saja namun juga berfungsi sebagai suatu ‘indoktrinasi’ dan kritik sosial bagi masyarakat mengenai peristiwa yang sedang terjadi dalam masyarakat seperti isu kesetaraan gender sampai pada isu sentimen rasisme yang waktu itu marak.

Lalu dari segi akting, saya rasa akting para pemainnya terutama aktris senior macam Sigourney Weaver. Dia berhasil menampilkan sosok ibu tiri yang lain. Claudia tidak jahat awalnya. Ia nampaknya juga memiliki masa lalu yang menyedihkan. Semasa muda, Claudia tidak akur dengan ibunya yang seorang penyihir. Ia tak mau berakhir seperti ibunya dan berusaha hidup lebih baik. Karena itulah, ia berusaha menjadi ibu sekaligus istri yang baik bagi keluarga barunya. Namun ia akhirnya menjadi jahat karena menyadari bahwa Lilli tak mau membagi kasih sayang ayahnya dan berusaha merebut segalanya darinya yaitu perhatian ayahnya dan posisi nyonya rumah. Selama ini, ia selalu tampil cantik, dikagumi dan menjadi pusat perhatian. Hal yang sebelumnya tak pernah ia nikmati ketika ibunya masih hidup dulu. Selain itu, sebagai seorang wanita yang dibesarkan dalam budaya patriarkis, Claudia tahu bahwa dia tidak akan pernah bisa memenangkan hati suaminya seutuhnya apabila dia tidak bisa memberikan seorang anak lelaki sebagai penerus keluarga. Namun ketika anaknya mati dan dia melihat bagaimana Lilli telah merebut perhatian ayahnya serta perhatian para tamu darinya, Claudia merasa dunianya yang baru, yang bebas dari bayang-bayang dominasi ibunya, terancam runtuh. Apalagi saat ia tahu suaminya ternyata masih tak bisa melupakan mendiang istri pertamanya, dan Lilli membangkitkan kembali kenangannya bersama sang istri dengan mengenakan pakaian serta berdandan seperti ibunya, Claudia pun sadar bahwa sedari awal, ia tidak pernah dianggap ada maupun diterima dalam keluarga mereka. Dan saat ia melihat bahkan kecantikannya pun kini sudah hilang, maka Claudia seperti orang yang sudah didorong sampai ambang batas. Dalam keputusasaannya itulah, kegelapan dalam hatinya, yang ditampilkan sebagai sosok kembaran dirinya dalam cermin itu, perlahan mulai menguasai dirinya dan mengambil alih kesadaran nuraninya. Weaver, sebagai seorang aktris yang mumpuni, berhasil membawakan dan menampilkan perubahan psikologis Claudia dengan amat baik.

Monica Keena juga cukup berhasil menampilkan sosok si Putri Salju Liliana tidak sebagai gadis manis, lembut, pasrah dan penurut seperti dalam cerita animasi Disney. Sosok ‘Putri Salju’ Keena tidaklah sebersih salju ataupun bulu domba yang tanpa cela. Sedari awal, Liliana tidak menyukai kehadiran Claudia yang dianggapnya sebagai pesaing dalam memperebutkan kasih sayang ayahnya. Selain itu, ia nampaknya menganggap Claudia sebagai pengganggu serta perusak kenangan almarhumah ibunya yang hidup dalam rumah itu dan dalam dirinya. Oleh karena itu, ia selalu menampik setiap uluran persahabatan yang ditawarkan Claudia kepadanya, termasuk ketika Claudia menghadiahinya dengan gaun peninggalan nenek tirinya. Ketika Lilli memilih memakai gaun peninggalan ibunya dan tampil di pesta dengan dandanan mirip ibunya, ia sebetulnya secara tak sadar dan tak langsung menyatakan bahwa ia tidak hanya tak pernah mau menerima Claudia sebagai bagian dari keluarganya tapi juga tak mau mengakui kedudukan Claudia sebagai nyonya atas rumah keluarga mereka dan ia tak akan pernah mau membagi kasih sayang ayahnya dengan Claudia. Sikapnya yang antagonis inilah yang akhirnya membuat Claudia merasa terancam, terlebih karena wanita itu tak memiliki seorangpun yang benar-benar menyayanginya, sedangkan Lilli hidup dalam kelimpahan kasih sayang ayahnya dan seisi rumah. Saat ia menyadari bahwa sikapnya yang demikian membuat Claudia tertekan dan menyesalinya, semua sudah terlambat. Claudia sudah terlanjur membencinya dan bahkan ingin membunuhnya. Walau ada beberapa orang mengatakan akting Keena masih kurang di sini, tapi saya rasa dia sudah cukup bagus memerankan Liliana yang nampak cantik, polos namun ternyata juga merupakan sosok yang agak ‘abu-abu’ dan bukan tipikal sosok heroine ‘tanpa cela’ seperti dalam kebanyakan film bertema serupa.
Yang agak disayangkan mungkin penampilan Sam Neil yang kurang mendapat porsi banyak, karena kisah terlalu berfokus pada Lilli dan Claudia. Untuk akting Gill Bellows sebagai Will, pimpinan dari 7 penambang yang jatuh cinta pada Lilli, bisa dibilang tidak mengecewakan; sedang performa David Conrad sebagai Dr. Peter Gutenberg, tunangan Liliana yang tampan bisa dibilang oke dan cukup eye-candy walau ada beberapa adegan di mana dia kelihatan datar dan kurang menjiwai karakternya.

Overall, dari seting, kostum, soundtrack, dan performa para aktris dan aktornya sudah cukup bagus. Yang kurang mungkin hanya plot cerita yang agak terlalu cepat (mungkin karena durasi yang terbatas) dan bolong di beberapa tempat sehingga agak tidak nyambung dan membuat bingung karena agak tidak masuk logika. Tapi secara umum menurut saya, film ini cukup bagus, menarik dan menghibur karena menawarkan sisi lain, terutama sisi gelap, dari suatu dongeng terkenal anak-anak yang selama ini tidak atau jarang diketahui oleh kebanyakan orang. Snow White: A Tale of Terror is truly a terror within a fairy tale! Kalau anda mengharapkan bahwa kisah ini akan sama manisnya dengan versi animasi Disney, buang jauh-jauh harapan itu dan saya sarankan jangan menontonnya karena dijamin anda akan kecewa berat! Karena seperti yang dikatakan melalui tagline film ini ‘The fairy tale is over!’                     

Notes:
·       Sebagai catatan tambahan: dalam dunia medis, kondisi di mana Liliana nampak seperti orang mati padahal sesungguhnya ia masih hidup, disebut dengan ‘Locked-in Syndrome’. Penderita sindrom ini sebetulnya sadar dan tahu apa yang sedang terjadi di sekitarnya namun ia ‘terpenjara’ dalam tubuhnya sendiri dan tidak bisa berkomunikasi secara verbal dengan orang lain serta tidak mampu menggerakkan hampir seluruh tubuhnya, kecuali kedua matanya.
·       Sosok Putri Salju sendiri kabarnya didasarkan pada dua orang wanita yang benar-benar ada dalam sejarah:

1.     Margarete von Waldeck, gadis cantik yang hidup di abad pertengahan. Margarete dianggap sebagai sosok model Putri Salju karena kisah hidupnya banyak memiliki persamaan dengan Putri Salju. Sama seperti Putri Salju, gadis ini dikaruniai kecantikan yang luar biasa sehingga banyak pria terpikat padanya, termasuk Raja Philip II dari Spanyol yang kemudian menjadi kekasihnya. Dan seperti halnya Putri Salju pula, Margarete memiliki seorang ibu tiri dan hubungannya dengan ibu tirinya tidak berjalan dengan baik. Di kota Waldeck, tempat Margarete tinggal terdapat suatu tambang di mana para pekerjanya adalah anak-anak kecil yang disebut oleh penduduk setempat sebagai ‘dwarf’ alias ‘kurcaci’ seperti kurcaci pekerja tambang dalam cerita Snow White. Margarete pindah dari kota kelahirannya, Waldeck, ke Brussel ketika berusia 17 tahun dan bertemu dengan Phillip di sana. Setelah menjalin kasih cukup lama, Phillip berniat menikahi wanita ini karena ia sungguh-sungguh mencintainya. Sayangnya wanita cantik ini meninggal dunia secara misterius ketika usianya baru 21 tahun dan dari surat-surat terakhirnya, disimpulkan bahwa ia nampaknya diracuni oleh sejumlah bangsawan yang tak mengingini Phillip menikahi gadis yang tak bisa memberikan keuntungan apa-apa, baik secara politis maupun finansial, untuk mereka.
2.     Maria Sophia Margaretha Catharina von Erthal, gadis bangsawan cantik yang lahir di Lohr am Main, suatu daerah di Jerman yang diyakini sebagai tempat kelahiran tokoh Putri Salju. Maria Sophia lahir pada tahun 1729 dan sebagaimana halnya Putri Salju, Maria Sophia sudah kehilangan ibu kandungnya pada tahun 1741. Ketika ayahnya menikah lagi 2 tahun kemudian, ibu tiri Maria Sophia tidak bersikap baik terhadap putri tirinya dan selalu mendominasi serta berusaha mencari keuntungan bagi dirinya dan anak-anaknya sendiri dengan memanfaatkan posisi dirinya sebagai istri baru ayah Maria Sophia.    
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar